Model Bisnis Sirkular di Balik Revolusi Guna Ulang di Indonesia

Oleh Dieuwertje Nelissen dan Tauhid Pandji

awalnya muncul di NewSecurityBeat.org

Bank sampah merupakan salah satu fondasi untuk mengurangi jumlah sampah di Indonesia. Dalam upaya untuk mencegah sampah plastik berakhir dibakar atau mencemari sungai, beberapa komunitas mendirikan bank sampah sebagai tempat bagi masyarakat membawa sampah plastiknya untuk bisa didaur ulang.

Hanya dalam kurun waktu beberapa bulan, hasil nyata dari Bank Sampah Bumi Daya Bersih di Jakarta Barat bisa terlihat. Tak sekedar mengumpulkan dan memilah sampah, komunitas bank sampah di sini juga berkontribusi dalam mengurangi jumlah sampah itu sendiri. Sejumlah pendatang setia ke bank sampah tersebut mulai membawa kemasan plastik kosong yang tidak dimaksudkan untuk didaur ulang, tetapi mereka mengisinya kembali dengan produk-produk rumah tangga dan perawatan tubuh yang berkualitas tinggi.

Ini hanyalah salah satu inisiatif dari model sirkular yang dikembangkan oleh Enviu melalui Zero Waste Living Lab, sebuah program pengembangan bisnis guna ulang yang bertujuan untuk menciptakan alternatif yang berkelanjutan bagi plastik sekali pakai dengan membangun berbagai venture bisnis guna ulang.

Perang Melawan Polusi Plastik di Indonesia

Sebagai negara dengan industri perikanan serta pariwisata yang berskala besar dan berkembang pesat, yang keduanya ditopang oleh pantai yang indah, ekosistem laut yang baik, serta keanekaragaman laut yang tinggi, sampah plastik Indonesia menjadi sebuah ancaman yang nyata. Indonesia memproduksi sekitar 6,8 juta ton sampah plastik per tahunnya – dan terus meningkat sebesar 5% di setiap tahunnya. Sampai hari ini, hanya kurang dari 40% sampah tersebut yang telah dikumpulkan, sisanya berakhir dibakar atau mencemari lingkungan. Jika kita tidak melakukan apa-apa terhadap hal ini, polusi plastik di negara ini akan bertambah lebih dari dua kali lipat pada 20 tahun mendatang. 

Pada tahun 2020, pemerintah Indonesia merilis program Kemitraan Aksi Plastik Nasional (National Plastik Action Partnership), dengan strategi yang menargetkan Indonesia untuk mendekati angka nol dalam hal polusi sampah plastik pada tahun 2040. Target ini merupakan salah satu target paling ambisius yang ditetapkan oleh Indonesia untuk mengatasi krisis yang disebabkan oleh sampah plastik. Bisakah ini tercapai?

Pasti bisa! Setidaknya, inilah gambaran yang ada dari meningkatnya jumlah inisiatif venture guna ulang yang menginspirasi dan berhasil di Indonesia.

Daur Ulang, Minggir Dulu. Selamat Datang, Guna Ulang!

Selama beberapa dekade, kita berfokus pada usaha untuk meningkatkan daur ulang, tetapi bukti yang bertambah menunjukkan bahwa daur ulang saja tidak akan cukup untuk menyelesaikan permasalahan sampah plastik. Bahkan dengan strategi daur ulang yang ambisius sekalipun, produksi sampah plastik akan tetap naik dua kali lipat pada tahun 2050.

Kredit Foto: Enviu. Dalam skenario terbaik untuk daur ulang, produksi plastik masih akan naik dua kali lipat pada tahun 2050.

“Intervensi hulu,” seperti menghilangkan penggunaan kemasan plastik yang dapat dihindari, serta beralih dari model kemasan sekali pakai ke kemasan guna ulang dan isi ulang, memiliki potensi terbesar untuk mempercepat perubahan menuju ekonomi sirkular yang sesungguhnya dalam menjawab permasalahan plastik.

Kesimpulan ini didukung oleh laporan dari Breaking the Plastic Wave, yang menyatakan bahwa pengurangan produksi plastik melalui solusi yang diterapkan di hulu merupakan solusi yang berdampak paling besar dalam mengatasi sampah plastik dari segi aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Mengatasi permasalahan plastik dengan menangani akar penyebabnya, bukan gejalanya, menjadi hal yang sebenarnya mendorong pencapaian misi di balik program Zero Waste Living Lab (ZWLL) di Enviu, salah satu pelopor revolusi guna ulang di Indonesia.

“Dengan menyatukan para pelaku usaha dan dampak sosial bersama-sama, tim kami di ZWLL menargetkan untuk membentuk pasar yang bebas sampah dengan membangun venture bisnis guna ulang yang mencegah timbulnya sampah plastik dari sumbernya,” ucap Fazrin Rahman, Business Developer di ZWLL.

Untuk mencapai pengurangan sampah plastik dengan cara yang memiliki dampak paling besar, ZWLL melakukan pendekatan terhadap pengembangan bisnis dengan lebih melibatkan konsumen serta pendorong utama lain ke dalam prosesnya. Pendekatan ini, yang disebut sebagai “Desain yang Berpusat pada Manusia,” memungkinkan perancangan solusi yang dilatari oleh konteks lokal. Fazrin lebih lanjut menjelaskan bahwa metode ini juga memungkinkan perolehan informasi dengan cepat tentang hal mana saja yang berhasil dan yang tidak, tempat munculnya peluang dengan dampak terbesar, dan kemitraan strategis apa saja yang dibutuhkan.

Guna ulang Berpotensi Besar untuk Menghentikan Berakhirnya Sampah Plastik di Laut

Model bisnis guna ulang memiliki potensi tak hanya untuk mencegah 750,000 ton plastik menjadi sampah pada tahun 2025, tetapi juga model bisnis ini memiliki potensi pasar sebesar $4.2 miliar di Indonesia saja. Berkat model bisnis sirkular seperti yang dijalankan oleh ZWLL, pasar tersebut semakin jelas wujudnya. Sebagai contoh, salah satu venture ZWLL, Koinpack, menargetkan untuk mengganti kemasan saset plastik sekali pakai yang merupakan salah satu jenis kemasan plastik paling berbahaya. Meskipun jenis ini paling luas penggunaannya di kalangan konsumen Indonesia, plastik ini sangat sulit untuk didaur ulang dan biasanya berakhir mencemari lingkungan. Koinpack menggunakan sistem botol yang didukung oleh teknologi sehingga dapat digunakan kembali dan meniadakan kebutuhan akan penggunaan saset. Melalui kemitraan dengan warung (toko usaha kecil setempat) serta komunitas bank sampah di Jakarta (seperti bank sampah Bumi Daya Bersih yang disebutkan sebelumnya), bisnis ini memberikan peluang kepada produsen produk rumah tangga dan perawatan diri dari merek ternama untuk bebas dari sampah. Sistem sirkular Koinpack yang berdasarkan model deposit dan insentif menawarkan kepada konsumen alternatif yang praktis dan terjangkau dibandingkan dengan kemasan plastik sekali pakai.

Kredit Foto Koinpack, bagian dari Zero Waste Living Lab di Enviu. Pemilik warung menggunakan aplikasi Koinpack untuk mendaftarkan botol produk yang dikembalikan.

Potensi usaha yang membuka jalan untuk kemasan bebas sampah telah menarik perhatian beberapa produsen dari merek produk kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods). “Kami bekerja sama dengan produsen barang kebutuhan sehari-hari untuk menguji serta membuktikan bahwa model bisnis kami layak diterapkan dan dapat ditingkatkan skalanya,” ucap pengembang bisnis ZWILL Bintang Ekananda.

Venture lainnya dari ZWLL, yang dinamakan Qyos, menggunakan mesin penjual otomatis yang didukung oleh teknologi Internet of Things (IoT) dalam melakukan isi ulang guna menggantikan kemasan saset dan pouch plastik. Dispenser yang mudah dioperasikan ini ditempatkan secara strategis di area permukiman apartemen yang padat penduduk.

Kredit Foto: Qyos, bagian dari Zero Waste Living Lab di Enviu.  Mesin penjual isi ulang Qyas di salah satu lokasi uji coba di Kalibata City, Jakarta.

Dengan mesin penjual otomatis yang terhubung ke aplikasi, konsumen dapat mengisi ulang botol yang dapat dipakai kembali dengan produk perawatan diri atau rumah tangga pilihan mereka dengan sistem cerdas tanpa sentuh. Solusi Qyos ini tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga terjangkau, karena pelanggan dapat menghemat biaya hingga 25 persen untuk kemasan dengan menggunakan opsi isi ulang di tempat.

Botol air sekali pakai juga menjadi target ZWLL lainnya. Venture mereka Econesia, menyediakan sistem penyaring air untuk hotel, rumah tangga, dan ritel agar tidak perlu lagi menggunakan botol plastik sekali pakai. Dalam kurun waktu kurang dari satu tahun sejak peluncurannya, Econosia berhasil mencegah lebih dari 2 juta botol plastik berubah menjadi sampah.

Kredit Foto: bagian dari Zero Waste Living Lab di Enviu.

Guna ulang Memikat dalam Aspek Lingkungan dan Ekonomi

Selain manfaat lingkungan yang nyata dari model bisnis guna ulang, ada banyak keuntungan lain yang juga dicapai dari aspek ekonomi. Solusi ini tidak hanya dapat menurunkan biaya pengelolaan sampah tahunan yang ada pada pola konsumsi linear kita saat ini, tetapi juga biaya untuk mengimplementasikan model ini sangatlah murah. Instalasi pabrik daur ulang dapat menghabiskan biaya hingga $85 juta, tetapi solusi guna ulang dengan potensi dampak setara hanya membutuhkan biaya kurang dari $600.000.

Kesuksesan model yang menginspirasi dari Koinpack, Qyos, dan Econosia hanyalah bagian kecil dari potensi nyata yang dimiliki model bisnis guna ulang dalam perang melawan timbunan plastik yang menggunung. Momentumnya kini sudah hadir dan terus berkembang dengan potensi yang menjanjikan. Sekarang adalah saatnya untuk menyambut momentum tersebut dan mengembalikan alam Indonesia ke keindahan memukaunya yang terkenal.

Dieuwertje Nelissen adalah Kepala Program Zero Waste Living Lab di Enviu.

Tauhid Pandji adalah pengembang usaha Zero Waste Living Lab di Enviu.

Kredit Foto Utama: Pemilik warung senang dapat berkontribusi mewujudkan Indonesia yang bebas dari sampah di masa depan, atas seizin Koinpack, bagian dari Zero Waste Living Lab di Enviu.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *